Rabu, 31 Oktober 2018

STUDY KASUS HUKUM LINGKUNGAN HIDUP (Diduga Cemari Citarum, 4 Perusahan Ditutup Sementara)


STUDY KASUS HUKUM LINGKUNGAN HIDUP



Thadeus Yus SH, M.PA

 






Priyade Sinaga


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK









Kasus ini terjadi di Jawa Barat khususnya di Daerah Aliran Sungai Citarum karena adanya laporan kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat bahwa telah terjadi pencemaran sungai Citarum yang merugikan masyarakat. Kemudian ada sekelompok masyarakat yang melapor kepada Polisi untuk ditndak lanjuti laporan tersebut karena kemungkinan besar sungai Citarum sudah menampung limbah tekstil dari para perusahaan tersebut. Masyarakat sebagai pengguna utama Sungai Citarum adalah yang pertama merasakan kerugian apalagi masyarakat yang langsung menggunakan air sungai Citarum karena kebutuhan sehari-hari yang mendapat risiko yang lebih besar, dalam kasus ini peran aktif masyarakat sudah sangat bagus adanya karena laporan tersebut membantu kepolisian agar bertindak kepada para pengusaha-pengusaha yang nakal agar dapat diberi sanksi atau human yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan karena pada dasanya sebuah perusahaan adlah untuk menyejahterakan masyarakat bukan semata untuk keuntungan dan kepentingan pribadi . Empat perusahaan yang telah dilaporkan agar ditemukan bukti pencemaran tersebut dan dalam tahap pengujian agar diketahui dengan jelas akibat dan kerugian yang terjadi serta hukuman yang akan di berikan. Terkait dugaan pemcemaran itu, tutur Agung, penyidik menyita berbagai bahan kimia yang diduga dibuang langsung ke sungai tanpa IPAL atau seolah-olah ada IPAL. Empat perusahaan itu, yakni PT Gede Indah di Jalan Leuwi Gajah Kota Cimahi, PT Sukses Mandiri di Jalan Industri, Kabupaten Purwakarta, PT Selaras Idola Abadi, Jalan Rancajigang Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, dan PT Surya Tekstil, Kabupaten Karawang.







Judul Kasus             :   Diduga Cemari Citarum, 4 Perusahan Ditutup Sementara
Tempat Kejadian     :   Sungai (DAS) Citarum
Waktu Kejadian      :   Kamis, 1 Februari 2018 - 13:22 WIB
Para Pihak               :   PT Gede Indah, PT Sinar Sukses Mandiri, PT Selaras Idola Abadi, PT                                            Surya Textil, Polda Jawa Barat, dan Warga
 Penanganan Kasus :   Perusahaan di bidang tekstil diduga mencemari Sungai (DAS) Citarum dengan limbah kimia.
Sumber                    :   https://daerah.sindonews.com/read/1278509/21/diduga-cemari-citarum-4-perusahan-ditutup-sementara-1517466163

Sebagaimana kita ketahui, saat ini telah ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP 27/2012. Kemudian sebagai upaya pelaksanaan ketentuan dari peraturan tersebut, kemudian ditetapkan beberapa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, antara lain :
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah diatas disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41. Peraturan Pemerintah 27/2012 mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin Lingkungan. 
Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan dalam tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan merupakan satu kesatuan. Sebaagaimana tercantum pada Pasal 2
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi: a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL; b.penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan c.permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan
PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 6
(1) Setiap B3 wajib diregistrasikan oleh penghasil dan atau pengimpor.

(2) Kewajiban registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku 1 (satu) kali untuk B3 yang dihasilkan dan atau diimpor untuk yang pertama kali;
(3) Registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang :
a. termasuk dalam ketentuan Pasal 3, diajukan kepada instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
b. tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 3, diajukan kepada instansi yang bertanggung
jawab.
Pada kasus ini sejak dari awal para pengusaha seharusnya sudah mendaftarkan B3 yang telah ditetapkan oleh Menteri tetapi dalam kasus ini diperlkan penyelidikan tentang baku mutu air tetapi kemungkinan besar para pengusaha memanfaatkan situasi karena registrasi dilakukan di awal tetapi dalam pengerjaannya kemungkinan besar kecurangan dapat terjadi seperti dalam kasus ini bahwa masyarakatlah yang dirugikan karena merupakan pengguna utama sungai Citarum dan anak sungainya
Pasal 35
(1) Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3. 
(2) Informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disediakan oleh penanggung jawab
kegiatan pengelolaan B3.
(3) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disampaikan melalui media
cetak, media elektronik dan atau papan pengumuman.
Dijelaskan bahwa seluruh masyarakat berhak untuk tahu upaya pengendalian limbah agar masyarakat dapat melaporkannya kepada aparat yang berwajib agar penangannan yang baik


KepMen LH No. 51/MenLH/10/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
Pasal 6
 Setiap penanggung jawab kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Keputusan ini wajib :
     a. Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;
     b. Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan;
    c. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbha cair tersebut;
    d. Tidak melakukan pengeceran limbah cair, termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan limbah cair ;
    e. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan.
    f. Memisahkan saluran pembuangan limbah cair dengan saluran limpahan air hujan;
   g. Melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya.
   h. Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian, kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair, produksi bulanan senyatanya sebagaimana dimaksud dalam huruf c, e, g sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Gubernur, instansi teknis yang membidangi industri lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Dalam KepMen tersebut sudah sangat jelas bahwa setiap bulan diperlukannya suatu parameter terhadapa suatu baku mutu air agar dapat diketahui dengan jelas tetapi kemungkinan besar beberapa perusahaan yang nakal akan memberi suatu parameter yang sesuai dengan aturan tetapi mengapa kemudian aparat yang menangani B3 tidak menemukan kesalahan malahan masyarakat melaui Polda yang mempunyai andil besar disinalh peran aktif masyarakat diperlukan bujan hanya mengandalkan aparat saja tetapi masyarakat sebagai pengguna yang utama adalah korban yang utama yang menjadi saksi suatu pelanggaran huukm terjadi agar para perusahaan lebih sadar akan dampak yang terjadi kepda masyarakat luas.


Dalam kasus ini dalam UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindunngan dan Pengolaan Ligkungan Hidup dapat dikenakn kepada para perusahaan tersebut yaitu
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf bberupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
   Karena dalam kasus ini sudah jelas pengaduan dilakukan oleh masyarakat kepada Polda Jawa Barat agar di teliti terhadap laporan tersebut kepada anggota B3 berdasarkan uji mutu air yang akan dilakukan.
Pasal 97
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan.
Pasal 98
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Ketentuan pidana yang terjadi kemungkinan besar merujuk pada Pasal 97 ayat 1 dalam UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindunngan dan Pengolaan Ligkungan Hidup, karena dalam kasus ini juga belum diketahui dengan jelas apa yang menjadi kerugian masyarakat, hanya saja masyarakat merasa dirugikan kemudian melapor kepada Polda Jawa Barat agar ditindak lanjuti. Pasal 97 ayat 1 adalah ketentuan pidana yang akan cocok dalam kasus ini berdasarkan kejelasan kasus yan terjadi di atas.

Pasal 87
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib
membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundangundangan
 Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Pada dasarnya setiap perusahaan mmberikan sampel mutu air kepada aparat B3 agar di ketahui dengan jelas tetapi kemudian kasus ini dilapor kepada Polisi tentang masalah tersebut berarti para pengusaha-pengusaha tersebut bertanggung jawab mutlak jika sanksi yang akan diberikan kepada mereka.